Oleh : Mas Udi
Seperti kita ketahui, Santri
selalu identik dengan mereka yang mengenyam pendidikan di sebuah instansi
pendidikan berbasis pesantren. Tidak hanya itu, santri juga identik dengan
mereka yang menekuni kitab-kitab klasik dengan aksara arab gundul yang tak
semua orang bisa memahaminya. Bermodalkan keuletan dan kesungguhan dalam
menuntut ilmu menjadikan mereka tak segan meninggalkan segala kenyamanan yang
ditawarkan di zaman serba modern ini.
Selain
itu ada pula ciri khas lain yang begitu melekat bagi santri, yakni dalam
berbusana mereka sangat identik dengan sarung, baju kokoh dan songkok / kopyah. Gaya berpakaian
yang sangat khas tersebut acapkali menjadi identitas khusus bagi para santri.
Tak jarang dalam masyarakat kerap menyebut para santri dengan kaum sarungan
atau kaum kopyahan.
Secara
filosofis, gaya berpakaian tersebut seolah memberikan suatu corak harmonisasi
antara jiwa agamis dan nasionalis. Misalnya, unsur nasionalis dilambangkan
dengan songkok/ kopyah hitam, sedangkan kopyah putih melambangkan sifat agamis.
Lalu ada pula sarung yang melambangkan unsur tradisional. Selain itu ada pula
baju kokoh yang secara tersirat melambangkan prinsip yang kokoh. Hal ini seakan
menjadi suatu kolaborasi yang pas dan seolah menggambarkan sebagai sosok yang sederhana, agamis dan nasionalis
sekaligus mempunyai pendirian yang kokoh.
Dalam
kehidupan sehari-hari di Pesantren, santri selalu diajarkan pendidikan karakter
yang baik. Misalnya kesabaran, hal ini bisa dilihat dari kebiasaan mereka yang
sangat akrab dengan tradisi antri. Mulai dari mandi, mengaji, hingga setor
hafalan semua serba antri. Selain itu, hidup sebagai seorang santri juga akrab
dengan kebersamaan. Misalnya dalam hal makan sehari-hari, dalam istilah santri Madura
ada yang namanya ngakan apolong, yakni budaya makan bersama jika ada
kiriman dari wali santri. Hal inilah kadang sering dirindukan para santri yang
sudah lulus dan kembali ke kampung halaman masing-masing sehingga tidak sedikit
dari mereka yang begitu rindu dengan kebersamaan di pesantren.
Ada
fakta menarik dari karakter santri yang cocok untuk diterapkan di masa sekarang
ini. Yakni dengan modal pendidikan agama dan karakter yang baik, santri dinilai
mampu melawan gempuran arus globalisasi dan westernisasi yang semakin
mengerogoti kehidupan berbudaya masyarakat. Dengan adab ala santri yang sangat
luhur dinilai mampu melawan dampak negatif globalisme seperti kebobrokan moral,
apatisme, hedonisme, liberalism, dan sebagainya.
Ini menjadikan santri secara
tidak langsung memiliki peran penting dalam menjaga tradisi nusantara. Hal ini
bisa dilihat dari begitu tolerannya santri terhadap sesama umat manusia dan
kearifan lokal. Hal ini cukup efektif juga untuk membendung paham-paham buruk
yang coba ditanamkan oleh kelompok radikal yang berbahaya bagi keutuhan bangsa
dan negara.
Selain
itu, santri sebagai penjaga tradisi diharapkan bisa membendung berbagai dampak
negatif globalisme yang mengancam kelestarian budaya bangsa. Jangan sampai
budaya kita yang beragam ini perlahan punah karena generasi mudanya yang
keracunan globalisme dan mulai meninggalkan budaya luhur bangsa. Maka dari itu,
melalui karakter santri tersebut bisa sekaligus menjadi filter yang menyaring
budaya-budaya asing yang masuk ke bangsa kita.
Dalam
konteks sejarah bangsa pun santri juga turut memberikan kontribusi penting
dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Hal ini bisa
kita lihat dalam peristiwa Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh KH Hasyim
Asyari. Dalam peristiwa tersebut, para santri dengan gagah berani mengobarkan
semangat jihad fii sabilillah untuk memerangi penjajahan Belanda.
Resolusi
tersebut mengandung suatu seruan untuk berperang melawan penjajah, dan para
pejuang yang gugur akan dihukumi mati syahid. Sebagaimana kita ketahui,
bahwasanya mati syahid adalah suatu kematian yang sangat mulia dan akan
diganjar dengan surga oleh Allah SWT.
Resolusi
ini turut pula berperan dalam peristiwa berdarah tanggal 10 November 1945 di
Surabaya yang dikemudian hari diperingati sebagai Hari Pahlawan. Para kaum
Muslimin yang dimotori oleh Kaum Santri turut bahu membahu dengan segenap
rakyat Indonesia melawan pasukan Sekutu di Surabaya. Para Pejuang yang dipompa
semangatnya oleh Bung Tomo tersebut dengan gagah berani melawan gempuran
pasukan Sekutu sehingga jatuh korban hingga ribuan jiwa. Meskipun secara
statistik dan hasil peperangan pasukan Indonesia kalah atas pasukan Sekutu,
namun dengan adanya perang tersebut berimplikasi penting dengan simpati bangsa
Internasional terhadap perjuangan Bangsa Indonesia.
Hipotesa dari pembahasan di atas adalah sorang santri
harus menjadi pejaga tradisi indonesia yang mulai tergrogoti oleh budaya luar
yang jelek sehingga menjadi pembaharu dalam bingkai NKRI yang memang harga mati
dan juga ajaran islam khsusnya harus di jaga oleh kaum sarungan agar tetap
hidup tidak dikalahkan radikalisme dan liberalisme.
Selain itu, kita juga tidak boleh tutup mata dengan begitu besarnya peran
santri terhadap menjaga kemerdekaan dan kedaulatan bangsa.
0 Komentar