Oleh : Dimas Imam H.
Kebanyakan dari
kita mungkin masih asing mendengar singkatan OKP. Padahal OKP ini penting bagi
seorang pemuda, dimana OKP merupakan singkatan dari Organisasi Kemasyarakatan Pemuda
yang memiliki peran sebagai wadah bagi pemuda dalam mengembangkan potensinya, sebagai
mana yang tertuang dalam pasal 1 angka 11
UU No. 40 Tahun 2009 tentang kepemudaan.
OKP sendiri
diatur dalam BAB XI UU No. 40 Tahun 2009 tentang kepemudaan secara jelas. Namun,
dalam pengimplementasiannya UU tentang kepemudaan yang disahkan pada tahun 2009
dan diberlakukan pada tahun 2013 kurang diberi perhatian lebih, sehingga
terkesan pasal 40 s/d 46 UU No.40 Tahun 2009 hanya formalitas belaka tanpa ada
tindak lanjut yang jelas dan juga pengawasan pada organisasi kepemudaan.
Peraturan
mengenai organisasi kepemudaan ini juga menuai konflik, perihal pembatasan umur
pemuda yang dibatasi sejak berusia 16 (enam belas) tahun sampai dengan 30 (tiga
puluh) tahun sebagaimana tertuang pada Pasal 1 angka 1 UU No.40 tahun 2009
tentang kepemudaan. Apabila suatu organisasi kepemudaan melewati batas tahun
tersebut maka akan disebut sebagai ORMAS (Organisasi Kemasyarakatan).
Pembatasan
minimal umur yang dimulai pada umur 16 tahun tentunya membuat OKP ini cenderung
hanya bergerak ditingkat universitas. Di tingkat universitas sendiri OKP
disebut ORMEK (Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus) karena kampus tidak menaungi
organisasi tersebut, tetapi wajib memfasilitasi organisasi kepemudaan yang
dalam hal ini berbentuk ORMEK sesuai ruang lingkupnya seperti yang tertera pada
pasal 45 ayat (2) UU No.40 tahun 2009 tentang kepemudaan.
Hal ini sangat
bertentangan dengan keputusan Dirjendikti nomor 26/DIKTI/KEP/2002 tentang
pelarangan organisasi ekstra kampus atau partai politik dalam kehidupan kampus.
Di mana sudah tertera dengan jelas bahwa dilarang segala bentuk organisasi ekstra
kampus dan partai politik membuka sekretariat dan atau melakukan politik
praktis di kampus.
Perbedaan isi
kedua peraturan tersebut yang mengatur satu hal yang sama menunjukkan betapa
pengambilan keputusan mengenai UU No.40 Tahun 2009 tentang kepemudaan, seakan
asal-asalan tanpa memperhatikan peraturan lainnya yakni keputusan Dirjendikti
nomor 26/DIKTI/KEP/2002 yang mengatur koridor yang sama. Sehingga menimbulkan
perbedaan dalam penetapan peraturan mengenai hal yang sama tersebut. Sehingga,
perbedaan isi kedua peraturan tersebut juga menunjukkan betapa kurangnya
komunikasi ataupun koordinasi diantara kemenpora dan kemenristekdikti.
Pada tanggal 29
Oktober 2018, kemenristekdikti meluncurkan peraturan baru mengenai OKP yakni
permenristekdikti No. 55 Tahun 2018 yang pada intinya melibatkan ORMEK untuk
ikut ambil bagian dalam UKM PIB (Unit Kegiatan Mahasiswa Penguatan Ideologi Bangsa)
dan setiap ORMEK yang ada nantinya akan mengirimkan delegasi ke UKM PIB.
Hal ini tentu menjadi
angin segar bagi aktivis-aktivis organisasi ekstra kampus, dikarenakan setelah
dilarang manuvernya di dalam kampus sesuai keputusan Dirjendikti nomor
26/DIKTI/KEP/2002, kemudian setelah dirilis permenristekdikti No.55 Tahun 2018
nantinya kegiatan ORMEK dikehidupan kampus akan lebih leluasa.
Namun,
peraturan yang diluncurkan kemenristekdikti berupa Permenristekdikti No.55
Tahun 2018 beberapa minggu yang lalu, seperti hanya sebatas seruan kepada
organisasi-organisasi ekstra kampus yang ada, bahwa diperbolehkan untuk
berkegiatan di dalam kampus dan tidak ada regulasi mengenai aturan-aturan yang
harus dipatuhi dan larangan-larangan yang harus dihindari ORMEK yang ada.
Sehingga tidak
adanya peraturan yang mengikat terhadap organisasi-organisasi ekstra
dikhawatirkan menimbulkan masalah antara ORMEK dengan organisasi lainnya maupun
ORMEK dengan birokrat kampus atau pun dengan pemerintah, dengan dalih tidak
adanya larangan yang mengikat untuk organisasi tersebut melakukan hal-hal yang
tidak diinginkan.
Maka, alangkah
lebih baik bila pemerintah maupun pihak kampus sendiri memperhatikan hal ini
dan kemudian membentuk peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh ORMEK, agar
tercipta keharmonisan dan kedamaian situasi politik kampus. Karena, jika
nantinya ada permasalahan yang melibatkan ORMEK dan memang belum ada
aturan-aturan yang mengikatnya, lalu siapa yang salah? apakah organisasi ekstra
yang seenaknya? Atau birokrat kampus yang acuh tak acuh?
Penulis merupakan
Mahasiswa semester 1 Prodi Hukum Ekonomi Syariah dan Crew
Magang
LPM Arrisalah.
0 Komentar