(Doc. Google)
Berita yang terpampang di halaman koran jawa pos tanggal hari Kamis (23/4) mengejutkan seantero kampus Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Pasalnya, surat Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) No. B-752/DJ.I/ HM.00/04/2020 perihal potongan Uang Kuliah Tunggal (UKT) PTKIN dibatalkan. Sebelum dibatalkan, latar belakang surat itu keluar sebab pandemi covid-19 yang menyebar di Indonesia, hampir mempengaruhi semua sektor dalam kehidupan, khususnya dalam hal ini ialah sektor ekonomi. Orang tua/Wali mahasiswa sudah pasti mengalami dampak negatif pada ekonominya.
Salah satu isi surat Kemenag tersebut, memberikan solusi atas problematika pandemi covid-19 dalam ranah PTKIN di Indonesia, yakni Rektor melakukan pengurangan UKT bagi mahasiswa diploma, S1, S2, dan S3 pada semester ganjil 2020-2021 dengan besaran minimal diskon 10% dari UKT yang harus dibayarkan. Kebijakan tersebut menjadi angin segar bagi mahasiswa, sebab mahasiswa bisa terbantu ekonominya dengan adanya pemotongan pengeluaran UKT. Meskipun kebijakan tersebut nominalnya terbilang kecil, tapi jelas adanya. Sangat disayangkan bahwasannya, surat Kemenag No. B-752/DJ.I/HM.00/04/2020 perihal potongan UKT PTKIN dibatalkan. Hal itu disampaikan oleh Kamaruddin Amin selaku Plt Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag, pembatalan ini disebabkan pemotongan APBN Kemenag 2,2 Triliun. Entah ini Kabar baik atau duka bagi para mahasiswa sebab bukan hanya ribuan tapi ratusan ribu mahasiswa yang berada di bawah naungan Kemenag yang menunggu keringanan secara legal-normatif, tekstual dan jelas.
Keputusan itu membuat gejolak di kalangan mahasiswa, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan ditinjau kembali mengenai kebijakan tersebut. Pertama, bahwa peraturan yang lama akan bergeser dengan peraturan yang baru. Kebijakan awal berupa pemotongan UKT minimal 10% dibatalkan dan diganti dengan penyatuan anggaran 2,2 triliun untuk seluruh PTKIN. Kedua, metode pembagiannya yang belum jelas. Kebijakan baru yang berupa bantuan dengan anggaran 2,2 triliun tersebut, tidak diketahui berapa nominal potongan yang akan diberlakukan. Hal ini sangat ambigu serta akan menimbulkan kebingunan bagi mahasiswa .Sehingga jika anggaran tersebut masih abu-abu akan banyak opini yang buruk mengenai Kemenag. Adapun, jika menerapkan peraturan baru sebaiknya metode distribusi bantuan ataupun pemotongan UKT harus jelas. Ketiga, anggaran 2,2 triliun tersebut apakah bisa dirasakan oleh semua mahasiswa secara merata oleh mahasiswa yang berada di bawah naungan Kemenag, apabila tidak merata perubahan peraturan ini akan memberatkan sebagian mahasiswa yang tidak mendapatkan bantuan anggaran dari Kemenag. Keempat, Perubahan itu menjadi indikator inkonsistensi Dirjen Pendis Kemenag. Pada awalnya keputusan yang memberikan udara segar pada setiap mahasiswa di bawah naungan Kemenag, kini malah dibuat risau akan anggaran 2,2 triliun yang masih ambigu.
Kecemasan yang dirasakan mahasiswa layaknya kekhawatiran penulis, selaku mahasiswa di salah satu kampus PTKIN yang bertempat di Surabaya. Covid-19 memang sangat besar dampaknya khususnya dalam hal perekonomian, baik di kota maupun desa. Sehingga, Kemenag seharusnya memberikan kejelasan mengenai metode pendistribusian bantuan yang berupa anggaran 2,2 triliun untuk membantu pembayaran UKT/SPP mahasiswa PTKIN. Berapapun nominal yang akan didapat oleh mahasiswa nantiya sudah pasti sangat meringankan beban Orang tua/Wali dari para mahasiswa, karena dalam keadaan seperti saat ini nominal tidak terlalu penting, tetapi niat baik lah yang harus diperjuangkan.(Dy)
Penulis : Ody
Editor: Dimas
0 Komentar