Mengetahui tentang suatu sejarah sangat penting bagi mahasiswa, karena dengan belajar sejarah mahasiswa mampu mengetahui dan belajar dari sebuah peristiwa masa lampau yang tidak bisa diulang kembali guna dijadikan suatu pelajaran untuk kehidupan di masa yang akan datang. Bagi mahasiswa hukum, sejarah agak kurang penting karena dalam perkuliahan biasanya sejarah jarang sekali disinggung, dosen pengampu biasanya hanya memberikan ilmu tentang hukum secara pragmatis saja baik itu secara formil maupun materiil tanpa tau bagaimana asal mula dan tujuan aturan tersebut dibuat.
Dalam
sistem hukum yang paling terkenal di dunia, tentu kita menggenal istilah Civil
Law dan Command Law. Eric L. Richard menjelaskan bahwa Civil Law sendiri merupakan hukum sipil yang berdasarkan kode sipil yang
terkodifikasi dan sistem hukum ini berakar dari hukum romawi ( Roman Law
) yang mana di praktikkan oleh negara-negara eropa kontinental termasuk bekas
jajahanya termasuk Indonesia. Adapun
menurut Asmadi dalam bukunya Pengantar Hukum Indonesia, Command Law merupakan
hukum yang berdasarkan Custom, atau kebiasaan berdasarkan Jugde made
law. Sistem
hukum ini biasanya dipraktikkan oleh negara yang bersifat Anglo Saxon, contohnya negara Inggris. Berdasar hal tersebut
penulis akan mengajak sedikit membahas tentang siapakah orang, atau wilayah manakah
yang pertama kali menulis
suatu aturan,
atau seperangkat kaidah yang tersusun dalam satu sistem yang menentukan apa
yang diperbolehkan dan apa yang tidak diperbolehkan oleh masyrakatanya dalam
kehidupan sehari-hari,
atau yang kita kenal dengan hukum tersebut serta apa alasanya suatu negara menuliskan
sekaligus mempatenkan suatau aturan tersebut kepada masyarakatnya.
Dahulu
kala pada tahun 1900+ SM terdapat bangsa Amorit yang dipimpin oleh sumuabum
lalu mendirikan kota Babilonia. Susmihara dalam buku
Sejarah Peradaban Dunia menerangkan bahwa kata Babilonia sendiri berawal dari
kata babilu, yang memiliki makna yakni “Gerbang Menuju Tuhan”. Disadur
dari Wikipedia, Pada masa pemerintahan Sargon dari Akkadia melalui Tablet
mereka menyebutnya sebagai Babel yang sesuai dengan ibukotanya yakni Babilon. Kota
Babilon terletak kurang lebih 97 kilometer dari selatan
kota yang sekarang bernama
kota Baghdad, pada tepi sungai
Eufrat, sebelah Irak selatan. Pada
masa tahta pemerintahan kerajaan yang ke-Enam pada masa dinasti pertama
kerajaan Babilonia
terdapat seorang raja yang sangat terkenal yakni bernama hammurabi yang memerintah kerajaan tersebut sekitar tahun
1792-1750 sm. “Pengantar Sejarah Asia Barat” karangan Mifftahuddin
menjelaskan bahwa kata hammurabi
berasal dari bahasa Akkadia yang dimulai dari kata ammu yaitu “saudara
laki-laki pihak ayah“ dan rapi yang memiliki arti “penyembuh”.
Raja
Hammurabi dikenal sebagai penguasa Babilonia
dan penguasa dunia terbesar sepanjang sejarah kuno peradaban umat manusia.
Hammurabi juga dikenal sebagai seorang administrator sekaligus legislator yang ulung pada
masanya. Pada
saat kepimimpinanya Hammurabi berhasil merumuskan dan mengkodifikasikan
hukum-hukum yang beraku di Babilonia.
Pemerintahan Hammurabi
terus memperluas wilayah kerajaan dengan cara berperang terus menerus selama 30
tahun terutama dengan bangsa Elam yang pada sat itu berkuasa di mesopotamia
(Eufran dan Tingris), setelah
Hammurabi berhasil merebut daerah kekuasaanya lalu dia sesegera mungkin untuk
menerapkan aturan yang dia buat guna menjaga ketertiban di daerah yang dia kuasai
dan supaya menghindari pemberontakan dari dalam. Hukum yang diterapkan pada
daerah kekuasaan raja Hammurabi berbentuk lempengan batu atau piagam yang dipahat
dalam huruf paku (cuneiform),
yang bertuliskan tentang beberapa aturan-aturan yang wajib ditaati oleh
rakyatnya. Pada
saat piagam Hammurabi ditemukan oleh arkeolog Prancis pada tahun 1901 M dibawah bekas
reruntuhan kota kuno Susa,
Babilonia, terdapat kurang lebih 282
hukum, akan tetapi 32 hukum diantaranya sudah terpecah dan tidak bisa di baca
lagi.
Piagam
ini lalu disebut sebagai aturan tertulis atau hukum tertulis tertua yang
ditemukan hingga sekarang. Prinsip
hukum yang tertulis pada piagam Hammurabi didalamnya memuat tentang “hukuman
mata untuk mata, dan gigi untuk gigi”,
atau yang kita sebut Lex Talionis. Hukum
romawi merupakan pondasi awal penyusunan hukum eropa modern. Hukum Hammurabi juga sudah
meliputi tentang masalah pidana, perdata dan seputar negara, seperti tentang masalah
pidana terdapat sebuah hukum yang berbunyi “Barang siapa yang ketika melihat
rumah tetangganya terbakar dan dia kemudian menjarah rumahnya dan api masih
menyala, maka orang tesebut harus di hukum dengan dilemparkan juga ke dalam api
yang menyala” sedangkan dalam perdata terdapat sebuah aturan hukum keluarga
yang berbunyi “Seorang janda dapat mewarisi sebagian dari harta suaminya
yang sama besar dengan bagian yang di warisi oleh anak laki-lakinya” lalu
terdapat suatu hukum lagi yang berbunyi “Jika seorang wanita bertengkar
dengan suaminya, dan berkata : Kamu tidak cocok denganku. dan di sertakan
alasan ketidak cocokanya dan si perempuan tetap bersikukuh maka pihak perempuan
boleh mengambil mas kawinya dan kembai ke rumah ayahnya”.
Setelah diterapkanya beberapa
undang-undang tersebut masyarakat babilonia
pun meresponya dengan baik, mereka jadi terlihat lebih tertib, teratur dan
hidup damai akibat dari peraturan yang dibuat oleh raja Hammurabi. Akan tetapi, tidak sedikit dari
mereka ada yang melanggar aturan tersebut dikarenakan ada sebagian masyarakat
babylonia yang masih buta huruf sehingga tidak tau apabila terdapat aturan tersebut.
Seperti para pendatang dari luar babilonia
yang banyak kehilangan tanganya akibat mengambil barang yang bukan hak mereka. Sedikit atau banyak memang aturan hukum pada masa
kerajan Hammurabi menjadi cikal bakal hukum tertulis modern pada masa sekarang
dan penulis pun sepakat undang-undang tertulis dari masa pemerintahan raja Hammurabi
merupakan sebuah aturan yang hampir sempurna di masa lalu yang dapat mengontrol
kehidupan masyarakat babilonia sehingga menciptakan ketertiban, keamamanan dan
perlindungan sehingga masyarakat merasa nyaman.
0 Komentar