Pelecehan Seksual (Sexual Harassment) merupakan perilaku seksual yang tidak diinginkan dan menyimpang. Ini merupakan kejahatan yang bisa memakan korban dari segala kalangan dan gender. Tak jarang ditemui seorang perempuan yang menjadi korban dan sebaliknya. Suatu perbuatan seksual dikatakan sebagai sexual harassment adalah ketika adanya rasa ketidakinginan atau penolakan pada apapun bentuk-bentuk perhatian yang bersifat seksual.
Menurut Komnas Perempuan, pelecehan seksual dapat diklasifikasikan ke dalam 15 bentuk. Diantaranya, pemerkosaan, intimidasi, percobaan pemerkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perdagangan perempuan, prostitusi paksa, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, penyiksaan seksual, penghukuman tidak manusiawi, mendiskriminasi perempuan, kontrol seksual termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.
MENGGANDENG
BUDAYA PATRIARKI
Pemikiran
mayoritas masyarakat di negeri ini seringkali mendiskreditkan perempuan.
Di Indonesia, gender yang dibentuk oleh masyarakat bagi diri mereka juga seakan
berbeda. Sehingga meminggirkan salah satu entitas manusia, yaitu perempuan. Sistem
dan struktur masyarakat yang bisa dikatakan ‘patriarki’ tidak memberikan
banyak pilihan yang tersedia bagi perempuan untuk bergerak sebagai bagian yang
setara.
Pola pikir
tersebutlah yang memengaruhi pandangan masyarakat akan kedudukan yang layak
bagi perempuan. Misalnya saja, adanya pembatasan ‘gerak’ yang wajar dan tak
wajar dilakukan oleh perempuan, perempuan seringkali ditempatkan di posisi
kedua, serta perempuan yang dipandang sebagai sosok yang selalu harus tunduk
dan patuh dalam segala hal.
TAKDIR YANG
‘HARUS’ PEREMPUAN TERIMA
Pada fenomena
pelecehan seksual, seringkali korbannya yang paling banyak disalahkan.
Alih-alih menyalahkan pelaku, justru masyarakat mengamini pembenaran
pelaku yang akan dengan mudahnya berkelit dan mengatakan “dalang kesalahan itu
kaum perempuan sendiri, siapa suruh berpakaian begitu”. Seakan-akan saat
perempuan tidak menutup aurat mereka pantas dilecehkan.
Padahal jika
ditelisik lebih dalam, korban pelecehan seksual tidak hanya dari kalangan yang
tak berjilbab. Bahkan yang menutup aurat dengan sempurna pun berpotensi
mendapat gangguan bernada seksual. Apapun alasannya, perempuan tidak boleh
diperkosa atau dilecehkan. Justru korban harus diberi perlindungan bukan
dikutuk atau diolok. Jangan seakan-akan menjadikan pelecehan seksual merupakan
takdir yang harus diterima.
Mengutip
pembicaraan Habib Ali “tak ada dalih pembenaran untuk pelecehan! Pelecehan
adalah tindakan yang menunjukan atas bobroknya pelaku. Pelaku pelecehan jelas
pribadi yang rendah dan kotor. Sekalipun korban bersalah dalam membuka aurat
atau tampil seksi misalnya. Kesalahan itu bukanlah pembenaran untuk kesalahan
lain. Perkara haram tidak bisa dijadikan pembenaran atas haram lainnya! Oke,
apakah ini maksudnya boleh buka aurat. Tentu tidak! membuka aurat tetap haram,
tapi itu haram atas dirinya. Itu bukan berarti menjadikanmu berhak bahkan untuk
memandangnya”
Disisi lain
korban menanggung beban derita yang begitu berat, dijejali stigma
negative dan masa depannya diambang kehancuran. Korban disalahkan karena
kejahatan yang dilakukan orang lain. Tidak mudah bagi korban pemerkosaan untuk
mengungkapkan hal tersebut. Perlu waktu yang lama menguatkan mental korban
untuk bicara. Sementara itu dapat dilihat bahwa budaya patriarki sedikit banyak
memperkuat posisi pelaku secara sosial. Hal inilah yang membuat korban
seringkali bungkam.
TUMBUHLAH
MAWAR WALAU ‘DIANTARA’ BETON
Begitu keji
manusia terhadap manusia. Ada banyak orang baik yang masih terjebak dalam
lingkungan atau situasi yang kurang baik. Misalnya masuk kedalam wilayah
perdagangan birahi yang disebabkan karena masa kecilnya pernah dilecehkan. Dengan
merendahkan mereka dan mencibir mereka tak akan membuat mereka membaik. Justru
semakin memperburuk keadaan mereka dan mendorong mereka lebih jauh dari
kebaikan. Tidak ada korban yang mengundang dilecehkan.
Korban pelecehan
seksual adalah wanita mulia. Yang telah
berani membela diri dengan perlawanan gigih. Membela harga diri dan
kehormatannya. Namun, para pelaku pemerkosaan itu lebih kuat. Sebab
wanita-wanita tersebut mengalami itu semua tanpa kerelaan sedikitpun dari diri
mereka.
0 Komentar