![]() |
Aksi Demonstrasi di Gedung DPRD | Dokumentasi Arrisalah |
Arrisalah —Jumat, (21/02/2025) pada pukul 13.00 WIB, gabungan seluruh aliansi masyarakat serta mahasiswa surabaya dan sekitarnya kembali menggelar aksi demonstrasi yang bertajuk "Indonesia Gelap" di depan kantor DPRD Jawa Timur, Surabaya.
Aksi ini bertujuan untuk menyampaikan empat tuntutan utama kepada pemerintah, yakni: (1) mengesahkan undang-undang yang pro-rakyat, (2) menolak undang-undang yang dianggap merugikan rakyat, (3) mengevaluasi kebijakan yang dinilai merugikan rakyat, dan (4) membatalkan kebijakan yang dianggap membahayakan demokrasi.
Pada aksi demo cuaca agak mendung akan tetapi massa tetap bersemangat menyanyikan lagu buruh tani, di lanjut dengan penampilan teater, dan orasi-orasi. Menjelang pertengahan aksi, kondisi mulai kurang kondusif dikarenakan tanggapan yang diberikan oleh dua anggota DPRD yg menemui massa itu dari fraksi PDIP bernama Fuad Bernadi dan Yordan Batara yang dianggap kurang memuaskan.
“Tidak semua kebijakan yang kawan-kawan sebutkan itu ada dalam kewenangan Provinsi”, ujar perwakilan anggota DPRD.
Syamsuddin, salah satu koordinator lapangan (korlap), menegaskan bahwa tuntutan utama aksi ini adalah pembatalan undang-undang yang dianggap anti-rakyat serta kebijakan efisiensi anggaran yang dinilai mengorbankan sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur dasar. Ia juga menyampaikan bahwa aksi ini merupakan respons terhadap 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran, yang menurutnya mendapat "rapor hitam" karena banyak kebijakan populis yang justru merugikan Indonesia dalam jangka panjang.
Ia juga membantah tudingan bahwa aksi mahasiswa ini ditunggangi oleh pihak tertentu, mereka hanya seorang mahasiswa sipil yang sedang menyerukan keadilan untuk Indonesia.
Seorang aktivis 98 bernama Yoshi menekankan pentingnya keadilan dalam pemerintahan saat ini. Ia menyoroti proses hukum yang dinilai tidak adil, dengan mencontohkan kasus salah satu Sekjen PDIP yang menjadi terdakwa oleh KPK. Menurutnya, kasus tersebut menunjukkan pola serupa dengan peristiwa pada tahun 1998. "Harapan saya sebagai aktivis 98 adalah agar adik-adik mahasiswa tetap semangat dan bersatu. Mahasiswa memiliki peran sebagai kontrol sosial bagi masyarakat untuk pemerintah." ungkapnya.
Selain itu, Yoshi juga menyoroti dampak efisiensi kebijakan pemerintah terhadap masyarakat, khususnya dalam sektor pendidikan. Ia menyatakan bahwa pemangkasan anggaran pendidikan menyebabkan kenaikan UKT (Uang Kuliah Tunggal), yang membebani dirinya karena anaknya juga kuliah.
Ia juga menambahkan bahwa masyarakat mendesak pemerintah untuk membatalkan proyek Waterfront Land karena berpotensi merusak ekosistem. "karena anggaran itu ditujukan untuk menguruk laut kurang lebih 700 hektar. Meskipun masyarakat dan petani telah menolak, pemerintah masih melanjutkan sosialisasi tanpa kejelasan," ujarnya.
Selain mahasiswa dan aktivis, nelayan juga turut menyuarakan aspirasi mereka. Bapak Hisam, seorang nelayan dari Surabaya Utara, menegaskan bahwa proyek pagar-pagar laut yang dibangun di wilayah mereka telah merampas mata pencaharian para nelayan.
"DPR harus mencabut pagar-pagar yang ada di laut Surabaya Utara karena para nelayan kehilangan sumber penghidupan," tegasnya dengan penuh kecewa.
Hingga akhir aksi belum ada kejelasan dari pihak mereka. Massa akan tetap bertahan untuk mengawal tuntutan mereka. Pukul 16.00 WIB, akhirnya massa berbondong-bondong membubarkan diri dengan tertib. (Sufriadi, Farah)
Editor: Ella
0 Komentar